Minggu, 21 Juni 2009

Exodus dari Asia Muka
(sebuah tinjauan)

Jauh sebelum tarikh Masehi ketika orang-orang di benua Eropa masih terkebelakang, di daratan Asia telah terdapat masyarakat dengan peradaban tinggi seperti Macedonia, Mesir Kuno, Parsi, Arab, India, Mongolia dan Cina, termasuk disebuah dataran subur Asia Muka di kawasan Campha, Kocin, Peghu, Annam dan kawasan Khasi dan Munda disebelah Tenggara anak benua India yang merupakan kantong2 pemukiman yang kelak dengan berbagai motivasi dan factor penyebab telah melakukan exodus kearah Selatan yang selanjutnya melalui proses yang sangat panjang dan sulit telah menyebar dikepulauan Nusantara dan pulau2 lain yang diapit oleh dua Samudra Hindia dan Pasifik yang kelak menjadi cikal bakal nenek moyang bangsa serumpun. Yang selanjutnya melalui proses yang panjang dan berliku perpindahan lokal terus berlangsung hingga ditemukan tanah idaman yang dapat dianggap subur dan menjanjikan untuk kehidupan yang lebih baik dan layak Bagi orang-orang zaman dulu, puncak gunung yang tinggi, indah dan nyaman diyakini sebagai tempat yang suci sebagaimana puncak gunung Mahameru salah satu puncak pegunungan Himalaya di anak Benua Asia, karena puncak gunung yang sedemikian itu dianggap lebih dekat ke Nirwana tempat bersemayam Sang Hyiang Tunggal bersama para Dewata lainnya Tidak heran bila puncak yang indah seperti Bukit Siguntang dan Merapi menjadi tanah idaman tujuan akhir dari sebuah pencarian panjang. Gunung Merapi di Ranah Minang pada hari Senin tanggal 16 April 2001 jam 08:20 meletus dan menghamburkan material padat dan debu serta awan panas hingga ketinggian 3 kilometer dari puncaknya, udara yang berbau belerang yang sangat menyengat dan memedihkan mata merayap keperkampungan dikaki gunung disekitarnya. Menurut catatan, puncak Merapi yang dianggap suci ini pernah didiami oleh Dapunta Hyang beserta pengikutnya sekitar 250 tahun sebelum masehi Rombongan ini telah melalui sebuah perjalanan yang melelahkan memudiki sungai Kampar untuk mewujudkan sebuah tempat suci yang identik dengan kampung halaman yang ditinggalkan dan selanjutnya berakhir dipuncak Merapi yang mereka yakini sebagai sebuah tempat yang indah dan lebih dekat ke Nirwana tempat Para Hyang dan Dewa-Dewi Ber-abad2 lamanya puncak dan lereng Merapi menjadi pusat pemujaan SangHyiang Tunggal hingga abad ke 5 oleh sang penguasa diutus Sri-Jayanaga (603 M) turun gunung melewati Sungai Dareh Pulau Punjung untuk menyebar luaskan ajaran dan pengaruh himgga akhirnya sampai kedaerah Shan Fuo Thsie (Tembesi - Muara Tembesi) Dengan memudiki anak Sungai Batanghari yang berhulu di dua danau kembar didaerah Solok dan Sawah Lunto Sijunjung, hingga akhirnya perjalanan berakhir setelah menemukan sebuah negeri yang kemudian dikenal sebagai Shou Lie Fho Chien (Sriwijaya). Keharuman nama Swarnadwipa sebagai pulau yang banyak emas ini telah sampai ke-negeri2 ditanah besar Asia bahkan dijazirah Arab sana orang sudah mengenal pelabuhan Barus dipesisir barat Sumatera diperdagangkan sejenis kamfer yang harum itu Tidak heran bila pesisir pantai terlebih dahulu mengalami asimilasi budaya baik itu lewat para petualang atau saudagar dari anak benua India yang mengembangkan agama Hindu / Budha maupun Islam dari jazirah Arab sana terutama dimasa Sri Maharaja Lokitawarman (699 M) Tercatat salah seorang petinggi puncak Merapi Sri Maharaja Inderawarman (730M) telah memeluk agama Islam, beliau tewas dalam sebuah prahara ketika terjadi revolusi di istana, sejak itu lereng Merapi menjadi sepi kembali. Keindahan tempat2 suci disekitar puncak gunung Merapi dengan gua2 batu-nya hingga ke Parahyiangan Padang Panjang telah terkenal hingga ke Tanah Basa Anak Benua India Dari istana Kalingga Chalukia, sang Maharaja mengirim beberapa kelompok ekspedisi hingga salah satu kelompok ekspedisi tersebut berhasil menemukan Muara Sungai Kampar dan terus memudiki hingga kehulu yang akhirnya ditemukan sebuah tempat yang diyakini sebagai tanah idaman yang cocok untuk didirikan sebuah tempat pemujaan Bathara Dewa. Dengan dukungan kuat dari Istana Kaliang Gaca ini didirikan sebuah stupa yang kemudian kita kenal sebagai Candi Muaro Takus yang sekarang terletak diwilayah kecamatan 13 Koto Kampar Riau tidak jauh dari perbatasan Propinsi Riau dan Sumatera Barat Keindahan dan kesucian Kota Lama Muara Takus mengundang penguasa2 diselatan untuk menguasainya hingga ketenangan dan kesucian stupa tempat ibadah ini menjadi terganggu terlebih penguasa Sriwijaya yang sedang gencar melakukan ekspansi, mendorong para penganutnya mencari tempat pemujaan yang baru. Dengan mengendarai ber-puluh2 ekor gajah yang biasa berkumpul disekitar stupa / candi terutama tiap bulan purnama, dimulailah perjalanan panjang mencari tempat pemujaan yang baru, setelah berbilang bulan dan tahun mendaki dan menuruni lembah dipegunungan bukit barisan dari jauh terlihatlah sebuah puncak yang tinggi "Sagadang Talua Itiak" sebuah harapan yang membangkitkan semangat baru untuk mencapainya Berkat perjuangan yang amat berat ini sekali lagi Puncak Merapi kembali sebagai pusat kebudayaan seperti dibunyikan dalam pituah urang tuo2 kito "Dari mano titiak palito dibaliakTangluang nan barapi, Dari mano asa niniak kito dari Puncak Gunuang Marapi" Karena Kota Suci Muara Takus yang terusik oleh ekspansi penguasa2 Sriwijaya, dibawah kepemimpinan sang Datuak ditemukan tanah idaman baru Dipuncak Gunung Merapi dengan kehidupan yang lebih menjanjikan, selanjutnya Datuak Maharajo Dirajo ini mendirikan Istana Kerajaan Koto Batu Dilereng Merapi dimana ketika itu belum disusun aturan2 yang mengikat bersama, tali pengikat hanya kewibawaan dan kearifan Datuak itu sendiri. Kerajaan Minangkabau Tua yang belum bernama Minangkabau ini bertahan ratusan tahun sepanjang umur Datuak Maharajo Dirajo yang diyakini sebagai manusia Setengah Dewa yang dianugrahi umur ratusan tahun, setelah beliau mangkat pemerintahan dilanjutkan oleh Datuak Suri Dirajo Penghulu kepercayaannya. Salah seorang Janda Datuak Maharajo Dirajo yang bergelar Puti Indo Julito dikawini oleh Cati Bilang Pandai orang kepercayaan almarhum yang kemudian memboyong keluarga beserta anak2nya Jatang Sutan Balun, Puti Jamilan, Sutan Sakalap Dunia, Puti Reno Sudah dan Mambang Sutan ke Dusun Tuo Limo Kaum, selanjutnya setelah mereka dewasa Datuak Suri Dirajo bermufakat bersama Cati Bilang Pandai untuk mengangkat Sutan Paduko Basa dengan gelar Datuak Katumangguangan dan Jatang Sutan Balun dengan gelar Datuak Perpatiah Nan Sabatang serta Sutan Sakalap Dunia dengan gelar Datuak Surimarajo Nan Ba-nego2 sebagai Penghulu2 yang akan membantu beliau, keputusan ini dimufakati diatas Batu Nan Tigo dengan meminumkan air keris Si Ganjo Erah dengan sumpah setia "Bakato bana babuek baiak mahukum adia bilo dilangga kaateh indak bapucuak kabawah indak baurek di-tangah2 digiriak kumbang", Ibunda Puti Indo Julito menyerahkan pusaka keris Siganjo Erah dan Siganjo Aia serta Tungkek Janawi Haluih kepada Datuak Ketumangguangan sedangkan Datuak Parpatiah Nan Sabatang menerima keris Balangkuak Cerek Simundam Manti dan Simundam Panuah serta Payuang Kuniang Kabasaran (pertama Ranah Minang menerapkan warisan dari ibu) dan selanjutnya Istano Dusun Tuo menjadi pusat pemerintahan melanjutkan kepemimpinan Datuak Suri Dirajo yang meghabiskan masa tua di Istano Koto Batu. Mengambil tempat diatas Batu Panta mulai disusun peraturan2 pemerintahanyang selanjut dihasilkan 22 aturan yang terdiri dari 4 perangkat Undang2Adat, 4 Undang2 Nagari, 4 Undang2 Koto, 4 Undang2 Luhak dan Nagari, 4Undang2 Hukum dan 2 Undang2 Cupak yang kesemuanya disahkan denganpersumpahan yang masing2 meminum air keris Siganjo Erah diatas Batu KasuaBunta di Dusun Tuo Limo Kaum. Setelah Undang2 nan 22 tersebut disahkan, diDusun Tuo dibentuk 4 Suku dengan Pangulu masing2 iaitu Suku Caniago dipimpinDatuak Sabatang, Suku Tujuah Rumah Dt.Rajo Saie, Suku Korong Gadang Dt.IntanSampono dan Suku Sumagek oleh Dt.Rajo Bandaro, pada saat itu juga dilantik 2orang Dubalang iaitu Sutan Congkong Tenggi dan Sutan Balai Sijanguahkesemuanya dilantik dibawah pasumpahan Datuak Parpatiah Nan Sabatangsedangkan Datuak Katumangguangan meminumkan Air Keris Siganjo Aia. Tidakberapa lama kemudian disusul pula pembentukan 8 Suku lengkap denganPangulunya di daerah Pariangan iaitu Suku Piliang dipimpin oleh DatuakSinaro Nan Bagabang, Koto Dt. Basa, Malayu Dt. Basa, Pisang Dt.Kayo,Sikumbang Dt.Maruhun, Piliang Laweh Dt.Marajo Depang, Dalimo Dt.Suri Dirajodan Limo Panjang Dt.Tunaro kemudian disusul 5 Suku di Padang Panjang iaituSuku Kuantan dipimpin oleh Datuak Amat Dirajo, Piliang Dt. Maharajo Basa,Dalimo Dt. Jo Basa, Piliang Laweh Dt. Indo Sajati, Dalimo Panjang Dt.Maharajo Suri kemudian disusul 6 Suku di daerah Guguak iaitu Suku Piliangdipimpin oleh Datuak Rajo Mangkuto, Malayu Dt.Tunbijo, Koto Dt.Gadang,Dalimo Dt.Simarajo, Pisang Dt.Cumano, Piliang Laweh Dt.Rajo Malano,selanjutnya 3 Suku di daerah Sikaladi iaitu Suku Sikumbang dipimpin olehDatuak Tumbijo, Dalimo Dt.Barbangso dan Suku Koto Dt.Marajo ke 22 orangPangulu Suku ini dilantik oleh oleh Datuak Katumangguangan sedang pasumpahandengan meminumkan Air Keris Sampono Ganjo Aia oleh Datuak Parpatiah NanSabatang. Setelah peresmian Suku yang 22 ini Datuak Berdua menugaskan SukuKorong Gadang untuk memelihara Batu Panta sedangkan Batu Kasua Buntatangguang jawab Suku Tujuah Rumah dan Batu Pacaturan oleh Suku Sumagek(ketiga batu bersejarah ini sampai sekarang masih terawat dan dapat dilihatdi Dusun Tuo Limo Kaum Batu Sangkar). Walaupun pembentukan Luhak Nan Tigo sudah digariskan sejak kepemimpinanDatuak Maharajo Dirajo Dipuncak Merapi namun ketegasan batas2 belum ada,maka kedua Datuak membuat ketegasan yang ditandai dengan mengeping sebuahbatu menjadi 3 bagian yang tidak putus dipangkalnya yang bermakna Luhak nanTigo berbagi tidak bercerai namun belum diikuti dengan pembagian Suku (batuini dapat dilihat di Dusun Tuo Limo Kaum) dimana sebelum diadakan pembagianSuku untuk Luhak nan Tigo Datuak Katumangguangan memancang tanah dan membuatsebuah nagari yang kemudian diberi nama Sungai Tarab dan menempatkan adiknyaPuti Reno Sudah bersama 8 Keluarga sekaligus membentuk 8 Suku lengkap denganPangulu iaitu Suku Piliang Sani dibawah Datuak Rajo Pangkuto, Piliang LawehDt.Majo Indo, Bendang Dt.Rajo Pangulu, Mandailiang Dt.Tamani, BodiDt.Sinaro, Bendang Dt.Simarajo, Piliang Dt.Rajo Malano dan Suku Nan Anamdibawah Datuak Rajo Pangulu yang kesemuanya dilantik di Kampuang Bendang danselanjutnya beliau menunjuk kemenakan beliau anak Puti Reno Sudah yangbergelar Datuak Bandaro Putiah sebagai Pangulu Pucuak yang pelantikandilakukan oleh beliau sendiri diatas Batu 7 Tapak dengan pasumpahan meminumAir Keris Siganjo Aia (Batu 7 Tapak ini bisa dilihat di rumah salah seorangpenduduk di Sungai Tarab), selanjutnya Datuak Ketumangguangan memerintahkanDatuak Bandaro Putiah bersama 8 Pangulu Sungai Tarab lainnya agardisekeliling Nagari Sungai Tarab dibangun 22 Koto sebagai benteng dan kubupertahanan antara lain 8 Koto Kapak Radai (Pati, Situmbuak, Selo, Sumaniak,Gunuang Medan, Talang tangah Guguak dan Padang Laweh), 2 Ikua Koto (Sijangekdan Koto Panjang), 2 Koto Dikapalo (Koto Tuo dan Pasia Laweh), 1 KotoDipuncak (Gombak Koto Baru), 1 Koto sebagai Katitiran Diujuang Tunjuak(Ampalu), kemudian bersama Datuak Parpatiah Nan Sabatang menjalani LuhakAgam dengan membangun Biaro dengan pangulu Pucuak Datuak Bandaro Panjang,Baso dibawah datuak Bandaro Kuniang yang dilantik dan disumpah setia denganmeminumkan Air Keris Siganjo Erah di dusun Tabek Panjang yang selanjutnyakedua Pangulu ini ditugaskan membangun nagari2 di Luhak Agam, sedangkan diLuhak 50 Koto Datuak berdua memabngun Nagari Situjuah, Batu Hampa, Koto NanGadang dan Koto Nan Ampek dan melantik Datuak Rajo Nun dan Datuak Sadi Awalyang selanjutnya ditugaskan membangun nagari di Luhak tersebut. Setelah Luhak nan Tigo dibari bapangulu Datuak Perpatiah Nan Sabatang tidakmau ketinggalan dengan Datuak Katumangguangan, beliau meluaskan daerahkearah timur Dusun Tuo dengan membentuk Suku dengan pangulunya antara laindi Korong Balai Batu dibentuk Suku Sungai Napa dibawah Datuak Basa, JambakDt. Putiah Dibawah kepiawaian kedua Datuak Ketumangguangan dan Datuak Parpatiah NanSabatang sistem pemerintahan adat menjadi semakin kemilau bahkan hinggabeberapa dekade kemudian kedatangan Aditiawarman seorang Pangeran Mojopahityang ingin merobah secara total sistem pemerintahan adat dinegeri ini yangtentu saja mendapat tantangan keras dari para Datuak Basa Ampek Balai, namunkehadiran Negarawan Mojopahit ini bukan tidak ada segi positifnya, bahkanbeberapa pimpinan pemerintahan adat Kelarasan Koto Piliang dan Bodi Caniagoberkesempatan bersama Aditiawarman hadir di istana Mojopahit bahkanmelakukan kunjungan muhibah ke istana kaisar didaratan Cina. Kalaupun corak pemerintahan ala Mojopahit pernah ingin dipaksakan diranahMinang namun tidak bertahan lama hanya setelah Aditiawarman tewas dalamsuatu insiden, kembali system pemerintahan adat diterapkan kembalisebagaimana dikatakan "Luhak Dibari Bapangulu" namun sistem ini adopsi olehKelarasan Koto Piliang terutama untuk daerah2 diluar Luhak nan Tigo sebagaiRantau Minangkabau seperti yang disebutkan "Rantau Dibari Barajo". Wilayah Minangkabau menurut Barih Balabeh Tambo Adat MinangkabauDahulu di Minangkabau tidak memiliki hukum positif, yang ada hanya hukumrimba " Siapo Kuek Siapo malendo, siapo tinggi siapo manimpo" kemudian olehdua orang bijak iaitu Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatiah nanSabatang membuat sebuah perangkat Hukum Adat dan Suku agar diperolehPerdamaian dalam Nagari dimana "nan lamah dilinduangi dan keadilan bagisemua anak negeri. Agar mudah mengawasinya dibuatlah ukuran untuk baik atau buruk suatu tindakan atau perbuatan "Di ukua jo jangko, dibarih jo balabeh,dicupak jo gantang, dibungka jo naraco, disuri jo banang".

armanbaharpiliangmalinbandaro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar